Winter di China

0
3401

At first, I don’t like winter that much. Just so-so. But when I was in Beijing during winter, I think I fall in love with winter. Well, I had “winter feeling” during that winter.

Pertama kali merasakan winter itu saat study tour ke Fuzhou, Fujian, China bulan Desember 2012 lalu. Fuzhou itu termasuk daerah selatannya China, seberangnya Taiwan. Tidak ada salju memang. Tapi anginnya dingin bangeett. Winter di Fuzhou itu harus pakai jaket angin tebal. Kalau bukan pakai jaket angin, dinginnya sih ga tahan loh.. Mungkin karena tidak terlalu lama berada di Fuzhou, hanya 2 minggu saja, jadinya winter kali itu terasa biasa saja. Lagipula tidak ada salju di Fuzhou, hanya ada angin yang dingin nya sampai menusuk tulang.

Namun berbeda hal nya dengan winter di Beijing. Beijing itu berada di utara nya China. Udaranya lebih dingin dan bisa turun salju saat winter. Saya pun gak sabar menanti hari dimana turun salju~
*Current song: Let It Go – Demi Lovato*

Suhu di Beijing, 6 Desember 2014
Suhu di Beijing, 6 Desember 2014
Suhu di Beijing, 3 Februari 2015
Suhu di Beijing, 3 Februari 2015
Suhu di Harbin, 19 Januari 2015
Suhu di Harbin, 19 Januari 2015
Suhu di Harbin, 18 Januari 2015
Suhu di Harbin, 18 Januari 2015

Ternyata eh ternyata, saat saya di Beijing tahun 2014 turun salju nya tidak terlalu besar, hanya seperti “gerimis salju” saja 🙁 Kekecewaan saya pun tiba-tiba menjadi sebuah kegembiraan, ketika saya trip ke Harbin. Kebetulan saat saya trip ke Harbin itu turun salju yang cukup lebat! Yippiieee~ 😀 Saya pun segera mengecek suhu saat turun salju itu di HP Samsung saya. Suhu pun menunjukan -12 derajat Celcius. Hmm, suhu nya sih ternyata di luar perkiraan saya. Saya pikir bakal sampai -20 atau -30 derajat, eh ternyata hanya -12 derajat saja. Di Beijing juga kalau malam hari bisa sampai -10 derajat Celcius.

Saat -12 derajat Celcius itu, saya bisa bertahan beberapa menit tanpa sarung tangan. Namun ketika suhu mencapai -23 derajat keesokan harinya, 1 detik pun saya tidak tahan tanpa sarung tangan. Sarung tangan yang saya pakai untungnya super tebal dan super jumbo. Sangat cocok bagi saya yang sensitif terhadap dingin di bagian tangan.

Di saat suhu ekstrim seperti itu, pipi saya juga terasa perih. Alhasil, pipi saya jadi agak memerah, tanpa memakai perona pipi. Telapak kaki saya juga perih, namun tetap bisa berjalan. Kebetulan waktu itu saya memakai boots yang bahannya “suede”, jadi ketika saya berjalan di atas salju atau es, sepatu saya basah! Jadi semakin dingin gitu rasanya~

Menurut pengalaman saya, ada titik-titik bagian tubuh yang harus diperhatikan ketika winter:

1. Telinga
2. Pipi
3. Leher
4. Tangan
5. Kaki

Winter di Beijing dan Harbin tidak hanya mengenai salju dan suhu yang ekstrim, namun juga mengenai “winter feeling” yang saya rasakan selama disana. Saya tinggal di Beijing mulai dari autumn sampai winter. When it’s autumn, I was feeling autumn. When it’s winter, I was feeling winter. It was cold outside and inside.

Tinggal di negara orang dalam jangka waktu agak lama (6 bulan) membuat saya merasa homesick. Apalagi persis 1 bulan sebelum saya meninggalkan Indonesia, untuk pertama kalinya salah satu orang rumah ada yang meninggal. Waktu itu saya merasa shock, dan merasa seharusnya menemani orang rumah. Namun saya tetap harus berangkat, karena sudah bayar uang sekolah. Perasaan sedih dan menyesal terus menghantui saya saat berada di sana. Namun setelah direnungkan kembali, mungkin itu adalah proses pendewasaan seorang Jeane.

Setelah 3 bulan berada disana, saya mulai belajar untuk melepas. Melepas semua kesedihan dan penyesalan yang ada dalam pikiran saya. Kebahagiaan atau penderitaan diciptakan oleh diri kita sendiri. Finally I choose to be happy and just have fun. And from then on, I fall in love with winter 🙂

“Who should be blamed when a leaf falls from a tree? Is it the wind who blew it away? Or the tree that let it go? Or is it the leaf who got tired of holding on?” -Unknown

Let it go, let it go
Can’t hold it back anymore

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here